Senin, 11 Oktober 2010

PEDANSA


GOODNIGHT ELECTRIC

Goodnight Electric adalah sebuah poyek musik studio. Berawal pada akhir tahun 2003 dengan komputer di sebuah kantor organisasi senirupa, ruangrupa. Henry Foundation mulai merekam beberapa materi untuk proyek yang hanya memang untuk direkam, tanpa ada konsep “live performance”. Materi yang seharusnya selesai dan dirilis bulan Februari 2004 ini mundur karena beberapa hal. Proyek ini nyaris gagal hingga Henry Foundation membuka kembali file-file materi lama dan mencoba merampungkannya pada bulan Oktober dengan beberapa tambahan materi baru dan fix dengan 9 materi untuk proyek ini dengan “Love and Turbo Action” sebagai judul album perdananya. Proyek ini juga menyertakan Rebecca Theodora, mantan backing vocal The Upstairs, Rumah Sakit dan juga masih mengisi back vocal untuk Straight Out ini mengisi female voice untuk Goodnight Electric.



Goodnight Electric sendiri memiliki ciri musik pop ringan yang dikerjakan dengan computer sound base dan synthesizer. Terinspirasi dari musisi seperti Robert Smith, Depeche Mode, Belle and Sebastian, The Human League dan The Lightning Seeds, Goodnight Electric mencoba menawarkan electronic pop untuk pendengarnya.

Goodnight Electric “Love and Turbo Action” dirilis oleh H.F.M.F records pada pertengahan bulan Desember 2004 dalam bentuk CD dengan single pertama “Am I Robot?” yang mendapat respon cukup baik di radio-radio Jakarta. Menempati peringkat satu selama 2 minggu pada indie chart Prambors FM “Nu Buzz” dan MTV Sky “Jamu” pada bulan Februari 2005. Pada bulan Maret, single kedua “The Supermarket I Am In” hingga kini masih menjadi request favorit.

Pada pertengahan bulan April, H.F.M.F records merilis kembali Goodnight Electric “Love and Turbo Action” re-package silver album dalam bentuk CD dan kaset, dengan 3 materi tambahan, yaitu remix dari The Adams, DJ Oreo dan ApeOnTheRoof.

Goodnight Electric juga telah menyelesaikan video musik “Am I Robot?” yang dikerjakan oleh rumah produksi The Jadugar, “The Supermarket I Am In” oleh Platon Theodoris yang telah tayang di beberapa stasiun TV lokal Jakarta maupun nasional, dan juga yang sedang dalam penggarapan untuk video musik “A.S.T.U.R.O.B.O.T” oleh Anggun Priambodo dan “Rocketship Goes By” oleh Cerahati.


SEJARAH G_E

All About Goodnight Electric

goodnight electric The Name
“Sebenarnya nama Goodnight Electric nggak memiliki arti khusus. Kita memilih nama ini karena catchy aja. Nama ini didapat waktu kita sedang menonton sebuah film, dan di film tersebut ada sebuah buku yang judulnya Goodnight Electric.”
The Inspirations
“Dalam bermusik, kita terinspirasi oleh beberapa band elektro dari tahun 1980-an seperti Depeche Mode, Belle Sebastian, The Cure, dan The Beatles. Menurut kita musik mereka itu unik banget, karena ada sound-sound yang luar biasa di dalamnya. Selain itu musik-musik semacam itu juga menyenangkan karena catchy juga.”
The Music
“Kalau untuk yang satu ini, kita nggak mau memberi istilah khusus, nanti kesannya kita terlalu mengkotak-kotakan musik. Musik Goodnight Electric sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa aliran musik, yang semuanya kita pilih karena kita memang tertarik dengan musik elektro. Pengerjaan musik ini juga mudah alias nggak ribet. Kita bisa mengerjakannya di rumah, waktu tahap finishing baru kita kumpul di studio.”
The Band
“Dulu Goodnight Electric sempat memiliki personil empat orang, yaitu Oom Leo, Bondy Goodboy, Henry Foundation dan Rebecca. Tapi tiba-tiba Rebecca keluar, sedangkan saat itu kita lagi dikejar target untuk menyelesaikan album kedua. Sejak saat itu kita masih bertahan dengan formasi bertiga seperti sekarang ini.”
The Costumes
“Kostum kita yang seru-seru biasanya dibeli di pasar-pasar, distro, dan beberapa factory outlet. Intinya, kostum kita bertiga harus selalu seragam dan tetap unik.”
The Future of Indie
“Dari tahun ke tahun kelihatannya musik indie semakin maju dan lebih bagus. Tapi hal ini tergantung dari masing-masing band itu sendiri. Sekarang ini banyak band indie yang tetap konsisten di jalur indie karena mereka merasa bahwa itulah jalur mereka, dan mereka pun nyaman dengan jalur tersebut.”
The Collaboration
“Kita ingin banget bekerja sama dengan Ratu, karena daya tariknya Mulan.”
Our Dream
“Kita ingin banget bisa bermain di sebuah show tunggal dengan sound system dan lighting yang gila-gilaan. Tempatnya kita selalu ingin yang outdoor, dan crowd-nya datang hanya ingin melihat penampilan kita aja.”


Ciri Khas The Upstairs

Ciri khas

Selain karena ciri musikal mereka yang danceable, lirik-lirik lagu yang jenaka, The Upstairs juga terkenal karena kharisma frontman mereka, Jimi "Danger" Multhazam yang eksentrik dan pandai bersilat kata jika sedang manggung. Setelah melalui serangkaian pergantian personel dalam band, kini formasi terakhir The Upstairs adalah Jimi Multhazam (vokal), Kubil Idris (gitar), Beni Adhiantoro (drum), Alfi Chaniago (bass & keyboard), Elta Emanuella (keyboards & synths), Selvy Maryana (vokal latar 1) dan Muti Rievana (vokal latar 2).



Matraman

The Upstairs merilis album pertama mereka yang bertitel "Matraman" di bawah indie label Sirkus Rekord pada tanggal 14 Februari 2004. Tepat di malam Hari Valentine tersebut mereka menggelar pula perayaan rilis album di BB’s Bar, Menteng, Jakarta. Di event ini mereka menggunakan kibordis tambahan bernama Hendra Petroff dari band psikedelik rock That's Rockefeller. Acara pesta rilis album itu kemudian tercatat sebagai pesta paling ramai yang pernah diselenggarakan di bar sempit namun legendaris tersebut. 100 keping CD "Matraman" pun ludes dalam hitungan dua jam saja di acara tersebut.


MODERN DARLING






Pada awalnya hanyalah sebuah pemikiran dari kami Modern Darlings, yang kemudian disampaikan pada forum Modern Darlings. munculnya gagasan ini, dikarenakan adanya image yang tidak bagus yang melekat pada Modern Darlings mungkin image ini muncul setelah incident Pensi SMUN ternama di Jakarta. Banyak orang berfikir Modern Darlings adalah suatu fans / hooligan perusuh. Melihat hal ini kami mengatasnamakan Modern Darlings ingin membuktikan bahwa, apa yang mereka tuding kepada Modern Darlings itu tidak benar adanya. Di sebut sebagai perusuh di setiap pensi di SMU Jakarta, sehingga berpengaruh besar terhadap image THE UPSTAIRS dan Modern Darlings sendiri. Dengan ini kami ingin membuktikan, bahwa Modern Darlings tidak seperti apa yang mereka katakan. Menurut kami secara garis besar Modern Darlings itu, sekumpulan pecinta musik yang di titik beratkan agar selalu berfikir modern untuk menyelesaikan setiap masalah. Dengan ini kami mempersembahkan “PERSEMBAHAN NADA GEMILANG”.








Penguasa Lantai Dansa
Kami meranjak ke lantai atas. Terdapat sekelompok muda-mudi berseragam serempak dan berdansa serentak saat lampu disko kerlap-kerlip menyala menggunakan enerji baterai A2. Hey tuan disko, apakah saya berada di Mars atau mereka yang mengundang orang Mars?
Sensasi The UPSTAIRS ke permukaan musik tanah air seolah menghadirkan dunia baru. Sejak album perdananya "Matraman" (2004) mereka berhasil membuat fenomena. Dengan tema seputar disko/dansa serta kostum yang nyentrik, dengan cepat mereka memikat generasi belia. Bahkan aksi panggungnya menjadi langganan di setiap pentas musik sekolah membuat ben ini sempat dijuluki "Raja Pensi".
Di tahun ini (2009) The Upstairs merilis rekaman baru "Magnet! Magnet!" setelah alpa 3 tahun dari album kedua "Energy" (2006). Walau sebelumnya sempat mengenyam dunia mayor, lewat album ini pula The Upstairs kembali ke jalur indie di bawah bendera MAGNET MUSIC.
Saatnya, lantai dansa dibentangkan, musik dilantangkan dan semua berdansa tak akan berhenti...

Wawancara dengan Jimi Multhazam (JM)
1) Sebenarnya apa yang ingin lu tawarkan bersama The Upstairs ini?
JM: Dunia baru, my friend.
2) Akhirnya album ke-3 The Upstairs “Magnet! Magnet!” dirilis juga. Setau gw proses rekaman ini udah 2 tahun lalu kan?! Tapi kenapa baru produksi (akhir) Maret 2009? Kendala apa yang menghambat tersalurnya album ini? Apa karena masih ada keterikatan kontrak dengan label sebelumnya, makanya ditunda?
JM: Proses penggarapan lagu telah berjalan sejak album "Energy". Tapi sebenernya proses rekamannya hanya memakan waktu 4 bulan. Sisanya hanya kendala di luar kreatif aja yang kita hadapin.
 
3) Apa maksud album ini digelari “Magnet! Magnet!”?
JM: Magnet! Magnet! adalah tema album ini sekaligus efek yang ditimbulkan oleh album ini.
 
4) Lewat album ini juga The Upstairs ‘balik’ lagi ke jalur indiependen. (Padahal sekarang banyak lho band yang rela “melacur” untuk bisa tembus ke label Major, hiks!) Masalah apa yang memilih kalian “putus hubungan” dengan label major itu?
JM: Fungsi label buat kita adalah rekan untuk menyebarkan karya yang telah kita buat. Dalam hal ini album The Upstairs tentunya. Jadi apapun labelnya, tidak pernah mempengaruhi kita dalam membuat musik. Kalo ada yang sampai jadi pelacur, sepertinya bukan masalah kita juga.
5) Lu udah ngerasain gimana bernaung di bawah label industri (baca: major). Tapi dengan jalur lu sekarang, apa lu menggunakan strategi pasar yang sama?
JM: My friend, kalo sampe menjual karya kita, namanya otomatis industri. Sepertinya indie pun menjual cd juga khan? Kami gak pernah membedakan pasar ke dalam golongan-golongan tertentu.
 
6) Pada album terbaru, gw ngerasa unsur punk rock cukup kental di situ. Refrensi siapa aja yang mempengaruhi proses materi terbaru The Upstairs?
JM: Dari pertama kita membangun The Upstairs, Punk Rock adalah salah satu landasan kita berpijak. Nah, agar tidak monoton di tiap albumnya, kita membuat nuansa yang berbeda-beda. Penataan frekwensi bunyi kadang mengkecoh kuping orang awam. Gue rasa itu namanya kreatifitas.

7) Dalam info milis “Magnet! Magnet!”, di situ menyatakan ingin menghadirkan “musik berkualitas”. Menurut lu, musik berkualitas itu seperti apa? Kalau pun kita hadapkan pada pasar, kita ngga pernah bisa menebak yang namanya pasar. Itulah kenapa industri di sini ngga peduli soal musik/lirik berkualitas ato ngga, yang penting gimana pasarnya bagus.







JM: Gue bingung nih pertanyaan lo yang mana? Hehehe... Sepertinya yang ada tanda tanyanya. Gue jawab musik yang berkualitas aja ya. Menurut gw musik berkualitas adalah musik yang mencerminkan karakter musisinya.
 
8) The Upstairs ngga cuma dikenal lewat musiknya, tapi juga soal fashion nyentrik yang kalian kenakan. Dan di album terbaru, kalian membuat uniform sendiri. Apa ini semacam trademark baru, gitu?
JM: Fashion adalah cara lain kita bersenang-senang saja. Pertama yang harus kalian dengar adalah musiknya. Lalu artworknya, nah di dalam artworknya itu ada beberapa sub bagian. Salah satunya adalah fashion.
 
9) Band lu juga sering disebut “Raja Pensi” -mungkin karena sering menjelajahi acara musik sekolahan. Apa emang anak sekolah itu target pendengar The Upstairs? Bahkan sampe digemari anak SD/kecil sekalipun. Tapi ada beban moral ‘ga pada “mereka”? Mengingat lu kadang suka sompral kalo di panggung, hehehe...
JM: Hahaha yoi tuh. Sompral gue khan juga ada meaningnya. Gak menyesatkan. Gue cuma menyuarakan apa yang mereka rasakan. Yang mereka rasakan kadangkala emang sompral. Tapi hal itu bukan buruk juga.
Itulah kehidupan my friend. Life is a bitch kalo kata John Lennon. Indonesianya Hidup itu Sompralll hahaha.
10) Kenapa launching “Magnet! Magnet!” lebih dulu digelar di Malaysia dibanding negara sendiri? Dari yang lu rasain, apa yang paling signifikan antara Indonesia dengan negara lainnya? Ada niatan untuk merambah ke negara lain?
JM: Pertama karena demand di sana memang besar. Kedua, ketika kita selesai pressing album, ada tawaran dari negeri jiran, jadi sikat bleh lah. Yang ketiga musik Indonesia itu sebenernya sangat mantaff (mantap-red) dan terdengar sampai ke negara lain. Merambah negara lain, kenapa tidak?
 
11) Sebagai absolut penulis lirik, buat lu seberapa penting lirik The Upstairs bagi pendengarnya? Gw ngerasa lu punya pesan di situ, walau dikemas dalam tata bahasa yang menarik. Dengan penyimak dominan anak sekolah, apa lu yakin isi lirik tersebut sampe ke pendengar?
JM: Buat gue lirik juga berperan dalam menciptakan nuansa sound sebuah lagu. Gilanya lagi. Lirik juga menjadi karakter sebuah band. Karena kebanyakan yang mendengar anak sekolah (pelajar) mereka gue rasa cukup cerdas untuk memahami lagu gue. Pesan pasti sampai. Bahkan memberkas.


sTm 6 Kramat Raya



Kami 6KR siap TempuR..
MelaWan siap saja ..
Dan kami anti sekolah-sekolah di bawah ini :

*PRIUK
*ISRAEL KRUPUK
*CAPTAIN
*TOEBOEN
*RISTEK 41,42
* 8CP
*RISAOE
*SABLAST ANCOL
*DOS-Q 12
*TEXAS 44
*KAPAL 616
*KARYA GOENA
*KZ
*AL-ASOY
*MESIR
*2PSKD
*PENERBANGAN
*BHARI-ONE

kami tak gentar melawan kalian !!! anti PKI  sampe kapanpun .

Bagi sekolah-sekolah yg tidak di sebutkan di atas berarti anda belum kuat untuk melawan kami "6KR".....


HoeT 20_uP-ReaL_10





*kamianaQ peLajar**datang untuk beLajar**bukan untuk di hajar**jadi tauranitu wajar**sebab kami pelajar**kami ingin pulang**tapi musuhmenghadang**cLurit pun datang**apa boleh bwad nyawa pun hilang**kamiingin taubat**tapi musuh mencegat**walau aparat menghambat**ap boleh...bwad kami pun membabat**kami datang**musuh...mn.........ghadang**kami pulang**msuh mnghalang**tpi kmi tk prnah tgang**hnyabrmodal ikat pnggang**siap mnghdapi pdang,parang,dan klewang**skul pagibkn ajang bla diri**tawuran memang sudah tradisi**bkan nyawa yg kamicari**klo lu smua brani**tolong bantai ISTANA kami**6 KRAMAT RAYA*KaLian BoLeh men9eJeK Kami...KaLian BoLeh TiBan PiLoKan Kami...TeTapi KaLian TidaK bisa men9hancuRkan seman9at kami...KaReNa SaMpAi sEkArAnG...6 KRAMAT RAYA JAKARTA aKan mEnGuAsAi JaKaRtA dAn SekItARNyA...Dan BiKin OnaR Lagi...

Minggu, 10 Oktober 2010

THE UPSTAIRS


The Upstairs dibentuk pada bulan Oktober 2001 di Jakarta oleh Jimi Multhazam (vokalis) dan Kubil Idris (gitar) dengan pengaruh musikal dari band-band new wave seperti A Flock Of Seagulls, Devo, Depeche Mode, hingga Joy Division. Menyusul bergabung beberapa bulan kemudian, seorang drummer band metal bernama Beni Adhiantoro dan belakangan bassist Alfi Chaniago. Kebetulan kesemuanya adalah mahasiswa Institut Kesenian Jakarta. Awal 2002 The Upstairs merilis ep bertitel Antahberantah secara do-it-yourself dalam format kaset dan CD yang ludes 300 keping dalam waktu singkat. Ini dilanjutkan dengan serangkaian live performances mereka di Jakarta, Bandung dan Jogjakarta. Selain karena ciri musikal mereka yang danceable, lirik-lirik lagu yang implisit dan jenial, The Upstairs juga terkenal karena kharisma frontman mereka, Jimi Multhazam yang eksentrik dan pandai bersilat kata jika sedang manggung. Uniknya, style musik yang diusung The Upstairs ini telah jauh lebih dulu muncul sebelum ledakan global new wave revivalist yang dipopulerkan band-band seperti Franz Ferdinand, The Killers, The Bravery, Kaiser Chiefs, Bloc Party dan sebagainya. Pendeknya, The Upstairs memang bukan band yang mengekor trend musik global, mereka justru ikut membidaninya. Sebuah hal yang cukup langka di tanah air ini.Setelah melalui serangkaian reformasi dalam line-up, kini formasi tersolid The Upstairs adalah Jimi Multhazam (vocals), Kubil Idris (guitar), Beni Adhiantoro (drums), Alfi Chaniago (bass & keyboards), Elta Emmanuella (keyboards & synths) dan Dian Maryana (backing vocal).The Upstairs merilis debut CD mereka yang bertitel Matraman di bawah independen label Sirkus Rekord pada tanggal 14 Februari 2004. Tepat di malam Valentine tersebut mereka menggelar pula record release party di BBs Bar, Menteng, Jakarta. Acara pesta rilis album itu kemudian tercatat sebagai gig paling ramai yang pernah diselenggarakan di bar sempit namun legendaris tersebut. 100 keping CD Matraman pun ludes dalam hitungan dua jam saja di acara tersebut. Sebulan kemudian The Upstairs merilis video musik singel pertama mereka Apakah Aku Berada Di Mars atau Mereka Mengundang Orang Mars yang disutradarai The Jadugar (Sutradara Terbaik MTV Indonesia Awards 2003) di MTV Indonesia. Singel ini juga menerima heavy rotation airplay dan sempat menduduki posisi teratas di berbagai charts stasiun radio di pulau Jawa selama beberapa minggu. Begitu pula halnya dengan singel kedua Matraman yang rilis dua bulan kemudian. Dua singel tersebut menjadi indie hits dan mengakibatkan album Matraman diburu banyak orang. Sayangnya, keterbatasan distribusi indie label membuat album ini sulit didapatkan di pasaran. Untuk menanggulangi permintaan yang meninggi, bulan Agustus 2004 album Matraman dirilis dalam format kaset dengan distribusi nasional via label RNB. Album debut yang menuai banyak pujian dari kritikus lokal ini kemudian oleh majalah MTV Trax ditetapkan sebagai salah satu The Best Indie Album 2004. Majalah HAI di akhir tahun 2004 bahkan memilih The Upstairs sebagai The Best Indie Band 2004.Seiring dengan demam Matraman di Jakarta, The Upstairs pun makin sering tampil di berbagai pentas seni (pensi) yang digelar SMA-SMA di Jabotabek bersama artis-artis papan atas Indonesia. Nyatanya, semua panggung Pensi SMA bergengsi di Jakarta telah dijelajahi oleh band ini. Akibatnya, Februari 2005 Majalah HAI kemudian memilih The Upstairs sebagai salah satu Band Raja Pensi 2005. Sebuah konser tunggal The Upstairs yang digelar 9 Januari 2005 di De Basic Bar, Jakarta juga menuai sukses besar. 500 tiketnya sold-out hanya dalam waktu 2 jam saja. Fan base The Upstairs pun kian berkembang dan bertambah banyak setiap harinya. Maret 2005 The Upstairs diminta oleh FFWD Records untuk berpartisipasi di album soundtrack film Catatan Akhir Sekolah bersama Mocca, Seringai, Pure Saturday dan sebagainya. Di album ini The Upstairs menyumbangkan singel terbaru mereka yang berjudul Gadis Gangster. Teramat padatnya jadwal tur konser ke Surabaya, Malang, Jogjakarta, Semarang dan kota-kota lainnya di Jawa mengakibatkan proses penggarapan album baru The Upstairs tersendat-sendat. Hampir sebagian besar waktu The Upstairs di tahun 2005 dihabiskan di atas panggung. Bermaksud melangkah ke level selanjutnya, The Upstairs menyebarkan demo empat lagu baru mereka ke berbagai label rekaman terkemuka Indonesia untuk membuka kemungkinan bekerjasama. Gayung bersambut, seorang sohib lama yang kemudian bekerja sebagai A&R Warner Music Indonesia, Agus Sasongko, menawarkan kontrak eksklusif bagi The Upstairs. Akhirnya, pada 19 September 2005 The Upstairs resmi teken kontrak satu album dengan major label Warner Music Indonesia. Proses rekaman album terbaru telah dilakukan sejak Desember 2005 hingga Februari 2006 di Studio Aluna, Kemang yang dimiliki komposer tenar Erwin Gutawa. Proses mixing sendiri dilakukan di Studio A System dengan sound engineer maestro musik elektronik, Andy Ayunir dan mastering oleh Hok Laij di Musica Studio. Album ini rilis Maret 2006. Keyboardist Elta Emanuella pada tanggal 7 Oktober 2007 secara resmi mengundurkan diri dari band karena ingin melanjutkan studinya di luar negeri. The Upstairs sendiri saat ini tengah sibuk menyelesaikan demoing bagi album penuh ketiga mereka yang bakal rilis tahun 2008.